Perkara Tanah Desa Laikit, Terbukti Ada Transaksi Jual Beli Antara Yulin Pangemanan Dan Adriana Wantania

oleh -21 Dilihat

MINUT, VIRALBERITA.NET — Perkara Perkara Nomor : 200/Pdt.G/2023/PN Arm Pengadilan Negeri Airmadidi tanah di Desa Laikit Jaga VII Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara (Minut) Sidang antara Yulin Pangemanan (Penggugat) dan Jenny Tuege CS (Tergugat) sesuai dengan fakta persidangan terbukti ada transaksi jual-beli antara Yulin Pangemanan dan Adriana Wantania.

 

Disampaikan Kuasa hukum Yulin Pangemanan Noch Sambouw, SH. MH.CMC, berdasarkan uraian fakta yang benar-benar terungkap dalam persidangan berdasarkan Bukti Surat, Bukti Rekaman Audio, Keterangan Saksi fakta, Keterangan Saksi Ahli dan Pemeriksaan Setempat maka diperoleh kesimpulannya Bahwa benar Adriana Wantania memiliki hak sepenuhnya atas sebidang tanah yang letaknya di Desa Laikit Jaga VII, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara dengan sebutan kebun “kumesempung”, dan sebidang tanah tersebut dalam perkara ini disebut sebagai Objek Tanah a quo;

 

“Sebelumnya, sebidang tanah milik Adriana Wantania salah satu harta bersama suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania semasa hidup mereka. Dari jumlah keseluruhan 12 (dua belas) bidang tanah harta bersama mereka, saat Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania masih hidup mereka sudah membagikan 12 (dua belas) harta pendapatan bersama itu masing-masing yang 10 (sepuluh) bidang tanah dibagikan kepada 4 (empat) orang anak sebagai bagian milik anak-anak mereka dan yang 2 (dua) bidang tanah lagi yang tersisa menjadi bagian milik suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania.

Sebelum Jacob Tuegeh meninggal dunia 1 (satu) bidang tanah miliknya sudah dijualnya kepada orang lain dan sebelum Adriana Wantania meninggal dunia dia telah menjual 1 (satu) bidang tanah bagian miliknya kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan, “ucap Sambouw.

Dikatakannya, proses jual beli sebidang tanah antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan terjadi pada tanggal 7 Januari 2010 dengan harga jual beli Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) disertai dengan adanya kwitansi penerimaan uang jual beli tanah senilai Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) dan ditandatangani oleh Adriana Wantania selaku penerima uang penjualan. Selanjutnya setelah jual beli tanah itu terlaksana maka tanah tersebut langsung diserahkan penguasaannya oleh Adriana Wantania dan langsung dikuasai/diduduki oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan.

 

“Uang yang dipakai oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk membeli tanah milik Adriana Wantania adalah uang yang dipinjam dari orang tua dari Joice Wagiu yang bernama Lis Rotti yang dipinjamkan melalui Joice Wagiu karena saat itu Joice Wagiu masih berstatus menantu dari Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan. Sehingga kwitansi tanda terima uang jual beli tanah tersebut dititipkan oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yhulin Pangemanan kepada Joice Wagiu sebagai jaminan atas uang pinjaman yang dipakai untuk membeli tanah tersebut, “jelasnya.

 

Lanjutnya, setelah terjadi jual beli maka objek tanah yang dijual oleh Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tersebut diajukan pengukuran oleh suami isteri Herman Doodoh dan dilakukanlah pengukuran tanah tersebut oleh Pemerintah Desa Laikit. Namun saat akan mencatatkan nama pemilik tanah menggunakan nama suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan di Buku Register Kepemilikan Tanah Desa Laikit, terjadi keberatan dari Joice Wagiu. Dan Joice Wagiu meminta agar mencantumkan namanya sebagai pemilik tanah yang dibeli tersebut di Buku Register Tanah Desa Laikit karena uang yang dipakai untuk membeli tanah itu dipinjam suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dari orang tuanya.

Tetapi suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tetap meminta agar nama merekalah yang harus dicantumkan sebagai pemilik tanah tersebut dalam Buku Register Kepemilikkan Tanah Desa Laikit sehingga pada saat itu walaupun tanah tersebut sudah diukur dan hasil gambar serta luas ukuran tanah sudah dimasukkan dalam Buku Register Tanah Desa Laikit tetapi belum disebutkan siapa pemilik dari tanah yang diukur tersebut.

 

Selanjutnya, setelah Adriana Wantania menjual sebidang tanah yang merupakan bagian miliknya maka anak-anak Adriana Wantania keberatan dan sempat pergi bertemu dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk meminta membatalkan jual beli tanah tersebut tetapi suami isteri Herman Doodoh dan Yulin pangemanan tidak mau membatalkannya.

“Karena keinginan Joice Wagiu dan anak-anak dari Adriana Wantania tidak dipenuhi oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan, maka Joice Wagiu dan anak-anak Adriana Wantania bekerjasama untuk membatalkan jual beli tanah yang telah terjadi antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dengan cara :

Pertama, Joice Wagiu dan Yuce (Julius Sambul)/ayah tiri Joice Wagiu, 2 (dua) kali datang dan bertemu dengan Adriana Wantania dan mengatakan bahwa uang yang dipakai oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk membeli tanah dari Adriana Wantania adalah uang milik orang tua Joice Wagiu yang bernama Lis Rotti yang dipinjam oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan melalui Joice Wagiu. Saat 2 (dua) kali bertemu dengan Adriana Wantania saat itu Joice Wagiu dan Yuce sudah membawa kwitansi baru dan meminta Adriana Wantania menandatangani lagi kwitansi baru yang telah tercantum bahwa dimana Adriana Wantania telah menerima uang dari Joice Wagiu tetapi pada kesempatan 2 (dua) kali pertemuan tersebut Adriana Wantania sama sekali tidak mau menandatangani kwitansi tersebut.

“Maksud dari Joice Wagiu meminta Adriana Wantania mendatangani kwitansi baru atas nama pembeli Joice Wagiu agar supaya setelah Adriana Wantania menandatangani kwitansi itu maka pembeli tanah tersebut sudah menjadi milik Joice Wagiu sehingga kwitansi tersebut akan langsung diserahkan Joice Wagiu kepada anak-anak dari Adriana Wantania dengan maksud agar anak-anak Adriana Wantania akan menyerahkan/ memberikan uang yang dipakai suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk membeli tanah kepada Adriana Wantania bisa langsung dikembalikan/diserahkan oleh anak-anak Adriana Wantania kepada Joice Wagiu”

Kedua, Bahwa oleh karena suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tidak mau membatalkan jual beli tanah tersebut dan tetap menduduki dan menguasai tanah tersebut sebagai milik mereka maka pada tanggal 10 Januari 2010 Ventje Tuegeh melaporkan hal tersebut kepada Hukum Tua Desa Laikit pada saat itu bernama Paulus Sundalangi dan Hukum Tua Desa Laikit pun mendatangi dan bertemu dengan Adriana Wantania di rumahnya untuk menanyakan terkait jual beli tanah yang telah dilaksanakan oleh Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan. Alhasil dalam pertemuan Hukum Tua Desa Laikit bernama Paulus Sundalangi didapati berdasarkan perkataan langsung Adriana Wantania bahwa memang benar dia (Adriana) telah menjual sebidang tanah kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dan tanah tersebut adalah tanah miliknya (Adriana) tanah tersebut sudah diatur dalam pembagian harta bersama saat dia (Adriana) dan Jacob Tuegeh (suami Adriana) masih hidup sebagai bagian dari milik orang tua yakni 1 (satu) dari 2 (dua) bidang tanah kebun yang disisakan untuk bagian orang tua. Sedangkan untuk anak-anak sudah dibagikan dan masing-masing sudah diberikan bagian sebagai hak milik masing-masing anak-anak dan bagian yang dibagikan kepada anak-anak tersebut menurut Adriana Wantania sudah lebih dari cukup. Menurut Adriana Wantania dalam rekaman Bukti P – 14 bahwa tanah yang dijual kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin pangemanan sebelumnya sudah pernah ditawarkan untuk dijual kepada anak-anak dengan harga Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan anak-anak mengatakan bersedia membayarnya tapi sampai dengan sekitar 6 (enam) tahun lamanya Jacob Tuegeh (suami Adriana) meninggal dunia pembayaran tanah yang dijanjikan oleh anak-anak belum juga terealisasi dan hanya salah satu anak bernama Meike Tuegeh yang menyetor uang kepada Adriana Wantania sehingga sebelum tanah tersebut dijual kepada orang, Adriana Wantania telah mengembalikan uang yang disetorkan anaknya Meike dan uang pengembalian tersebut telah diterima oleh Meike Tuegeh.

 

Atas penjelasan oleh Adriana Wantania dalam pertemuan tersebut maka Hukum Tua Desa Laikit selaku Hukum Tertua dalam Pemerintahan Desa Laikit dan pemegang kewenangan adat kebiasaan tertinggi di Desa Laikit mengatakan bahwa jual beli yang dilakukan oleh Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan sudah sah.” (Percakapan Adriana Wantania dengan Hukum Tua Desa Laikit bernama Paulus Sundalangi saat itu rekaman dan rekaman audio tersebut telah dijadikan Bukti P – 14 dalam persidangan);

 

Ketiga, Oleh karena upaya pertama tidak bisa maka Joice Wagiu dan anak-anak dari Adriana Wantania melakukan alternatif kedua dengan cara Joice Wagiu menyerahkan “kwitansi” tanda terima uang pembayaran jual beli tanah antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan kepada anak-anak Adriana Wantania yang diwakili oleh salah satu anak dari Adriana Wantania bernama Ventje Tuegeh kemudian setelah Joice Wagiu menyerahkan “kwitansi” tersebut maka anak-anak dari Adriana Wantania yang diwakili oleh Ventje Tuegeh menyerahkan uang kepada Joice Wagiu sebesar Rp. 66.000.000,- (enam puluh enam juta rupiah) dengan rincian Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) adalah jumlah uang pokok yang dipinjamkan kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) adalah bunga dari pinjaman uang tersebut. Proses pengembalian uang yang dilakukan oleh Ventje Tuegeh kepada Joice Wagiu terjadi pada tanggal 11 Januari 2010.

Walaupun anak-anak Adriana Wantania yang diwakili oleh Ventje Tuegeh telah mengembalikan uang yang menurut mereka itu adalah uang pengembalian terhadap jual beli tanah ibu mereka kepada Joice Wagiu tetapi suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tidak menyetujui hal tersebut sehingga bidang tanah objek jual tersebut tetap diduduki dan dikuasai serta diolah oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan.

“Karena suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tidak mau membatalkan jual beli tanah tersebut dan tetap menduduki dan menguasai tanah tersebut sebagai milik mereka, juga telah memotong sebagian pohon yang ada diatas tanah tersebut maka Ventje Tuegeh merasa keberatan dan melaporkan hal tersebut sebagai perbuatan penyerobotan dan kekerasan atas barang milik orang lain di Kepolisian Sektor Dimembe dengan nomor Laporan Polisi : LP/124/V/2010/Sek-Dimembe, tanggal 5 Mei 2010 dan setelah penyidik Kepolisian Sektor Dimembe melakukan penyidikan didalamnya mendatangi dan menanyakan langsung kepada Adriana Wantania keberadaan tanah tersebut dimana menurut Adriana Wantania tanah tersebut adalah miliknya dan anak-anak tidak berhak atas tanah tersebut serta tanah tersebut sudah dijual Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh, maka oleh penyidik Kepolisian Sektor Dimembe menyatakan bahwa perbuatan dari Herman Doodoh tidak masuk pada Unsur Tindak Pidana kekerasan atau ancaman Kekerasan sehingga Penyidik Kepolisian Sektor Dimembe mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan polisi tersebut tertanggal 28 Desember 2010.

 

Setelah upaya untuk membatalkan jual beli tanah antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dengan cara membuat laporan pidana di Polsek Dimembe tidak berhasil maka Ventje Tuegeh melaporkan Joice Wagiu ke Polres Minahasa Utara dengan isi laporan tindak pidana penipuan. Ventje Tuegeh merasa dirugikan karena walaupun sudah menyerahkan uang sebesar Rp. 66.000.000,- (enam puluh enam juat rupiah) kepada Joice Tuegeh dan memegang/menguasai “kwitansi” bukti tanda penerimaan uang jual beli tanah antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan yulin Pangemanan tetapi tetap saja jual beli antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan yulin Pangemanan tidak bisa mereka batalkan dan tanah objek jual beli tidak bisa mereka kuasai.

 

Ditegaskan, Bahwa uang yang dipinjam oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan kepada orang tua dari Joice Wagiu melalui Joice Wagiu untuk membeli tanah yang dijual oleh Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan sudah dikembalikan pokok dan bunganya oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan kepada orang tua Joice Wagiu melalui Joice Wagiu dan diterima dengan 2 (dua) tahap yakni tahap pertama pada tanggal 28 Februari 2011 sebesar Rp. 56.000.000,- (lima puluh enam juta rupiah) dan tahap kedua diserahkan pada tanggal 10 Maret 2011 sebesar Rp. 10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) sehingga hutang pinjaman uang sebesar Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan melalui Joice Wagiu telah lunas.

 

Setelah Joice Wagiu dilaporkan oleh Ventje Tuegeh dengan tindak pidana penipuan dan berdasarkan Penyidik telah ditemukan adanya tindak pidana maka Joice Wagiu bermohon kepada Penyidik agar bisa dilakukan mediasi dengan Ventje Tuegeh. Joice Wagiu bersedia mengembalikan seluruh jumlah uang yang diterimanya dari ventje Tuegeh dan kemudian setelahnya supaya Ventje Tuegeh mengembalikan “kwitansi” bukti tanda penerimaan jual beli tanah antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dan Ventej Tuegeh pun bersedia melakukannya. Tapi, setelah Joice Wagiu membawa uang dengan jumlah sesuai dengan yang diterimanya ke Polres Minahasa Utara ternyata Ventje Tuegeh tidak mau menerimanya dan meminta jumlah uang yang akan dikembalikan oleh Joice Wagiu harus lebih dari apa yang diterima oleh Joice Wagiu sehingga uang yang dibawa oleh Joice Wagiu ke Polres Minahasa Utara dititipkan ke Penyidik yang menangani laporan tersebut dengan disertai Surat Tanda Penerimaan/Penyitaan (Bukti P – 7) tertanggal 15 Maret 2011 lagipula menurut keterangan Ventje Tuegeh kepada Penyidik bahwa “kwitansi” yang dimaksud tersebut sudah tidak ada padanya karena sudah hilang.

 

Setelah Adriana Wantania meninggal dunia, usaha untuk anak-anak Adriana Wantania untuk berusaha membatalkan jual beli tanah yang telah dilakukan ibu mereka saat masih hidup dilanjutkan dengan cara melakukan upaya hukum di Pengadilan Airmadidi yakni Jenny Tuegeh, dkk menggugat Herman Doodoh dan gugatan tersebut terdaftar pada tanggal 07 Mei 2014 dengan perkara Nomor : 49/Pdt.G/2014/PN .Arm sebagai pihak : Jenny Tuegeh, Ama.Pd, Ventje Tuegeh, SE, Meyke Tuegeh, STh, Ivan Ombuh, SE, Ivone Ombuh, ST, Irvandy Ombuh, SE sebagai Penggugat dan Herman Doodoh sebagai Tergugat;

Setelah ahli waris dari Adriana Wantania mengajukan gugatan terhadap Herman Doodoh maka Herman Doodoh pun meminta Joice Wagiu untuk mengembalikan “kwitansi” tanah penerimaan uang jual beli tanah yang merupakan miliknya karena akan digunakan sebagai bukti surat dalam persidangan nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm sehingga Joice Wagiu pun pergi meminta “kwitansi” tersebut kepada Ventje Tuegeh. Begitu Ventje Tuegeh mengatakan “kwitansi” tersebut sudah hilang maka Joice Wagiu pun mengajukan Laporan Polisi ke Polres Minahasa Utara atas tindak pidana “penggelapan”. Pelapor adalah Joice Wagiu, Terlapor adalah Ventje Tuegeh dan korban adalah Herman Doodoh. Laporan tersebut tertanggal 03 Juni 2014;

Dalam pemeriksaan perkara Nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm dalam putusannya tanggal 09 Maret 2015 (vide : Bukti T-1) didapati ada kekeliruan yang dibuat oleh Majelis hakim saat itu karena eksepsi kurang pihak (tidak mengikutkan isteri dari Herman Doodoh yakni Yulin Pangemanan dalam gugatan) dari Tergugat Herman Doodoh tidak diterima padahal objek yang disengketakan dibeli dari Adrianan Wantania secara bersama-sama oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan. Dan Yulin Pangemanan tidak pernah memberikan kuasa atau persetujuan kepada Herman Doodoh untuk mewakili hak hukum Yulin Pangemanan saat Herman Doodoh berperkara baik terhadap perkara nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm maupun perkara-perkara yang lain. Hal tersebut bertentangan dengan hak setiap orang atau setiap warga negara yang termuat dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 36 ayat (1);

Bahwa dalam putusan kasasi nomor : 971 K/PDT/2016 atas upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh Herman Doodoh terhadap perkara nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm jo. Putusan nomor : 112/PDT/2015/PT MND didapati pertimbangan hukumnya tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan a quo.

Dalam pertimbangan hukum pada halaman 9 putusan Nomor : 971 K/PDT/2016 telah disebutkan, petikan huruf miring dikutip sesuai asli putusan :

Bahwa tanah objek sengketa adalah merupakan warisan dari orang tua Penggugat Jenny Tuegeh yang dijual oleh Adriana Wantania (isteri almarhum Jacob Tuegeh) tahun 2010 tanpa seizin ahli waris lain kepada Tergugat;

*Fakta persidangan dalam pemeriksaan perkara a quo didapati bahwa ternyata Objek Tanah a quo bukanlah objek harta waris karena tanah tersebut merupakan salah satu dari 12 harta pendapatan bersama yang telah dibagikan secara bersama-sama oleh suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania sewaktu suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania masih hidup dan Objek Objek Tanah a quo sudah ditetapkan menjadi bagian milik Adriana Wantania sehingga menurut hukum Adriana Wantania berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas Objek Tanah a quo dan anak-anak tidak memiliki hak untuk melakukan keberatan;

 

-Bahwa proses jual beli tersebut selain tanpa seizin ahli waris yang lain juga tidak dilakukan dengan terang, sehingga jual beli tersebut tidak sah;

*Fakta persidangan dalam pemeriksaan perkara a quo didapati bahwa walaupun pada saat terjadinya transaksi jual beli Objek Tanah a quo antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan tidak dihadiri oleh Pemerintah setempat, namun telah dilakukan pembayaran secara cash dan tunai disaksikan oleh saksi Julius Sambul dan dibuatkan bukti tanda terima uang jual beli berupa kwitansi senilai Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) dan kwitansi tanda terima uang tersebut ditandatangani oleh penerima uang yakni Adriana Wantania pada tanggal 7 januari 2010 dan selanjutnya pada tanggal 10 Januari 2010, Pemerintah setempat yakni Hukum Tua Desa Laikit selaku ketua adat atau Hukum Tertua/tertinggi di Desa laikit telah datang bertemu dengan Adriana Wantania dan meminta klarifikasi kebenaran adanya jual beli tersebut dan klarifikasi mengenai status tanah yang dijadikan objek jual beli dan didapati dari klarifikasi Adriana Wantania kepada Hukum Tua Desa Laikit bahwa benar Objek Tanah a quo telah dijual Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan dengan bukti kwitansi tanda terima uang pembayaran dari Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan.

Sedangkan status tanah objek jual beli (Objek Tanah a quo) adalah tanah milik Adriana Wantania yang merupakan “eti” (tanah yang disisakan untuk menjadi milik orang tua sebagai jaminan hari tua terpisah dengan tanah yang telah dibagikan untuk menjdi milik anak-anak sewaktu kedua orang tua masih hidup) sehingga proses jual beli Objek Tanah a quo yang dilakukan oleh Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan menurut hukum adalah sah;

 

– Bahwa terbukti jual beli objek sengketa antara orang tua Penggugat (Adriana Wantania) kepada Tergugat Herman Doodoh pada tanggal 7 Januari 2010 tidak jadi dilaksanakan, maka objek sengketa adalah sah milik Penggugat;

* Dalam pemeriksaan perkara a quo didapati sesuai fakta persidangan bahwa jual beli Objek Tanah a quo benar-benar telah dilakukan oleh Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan ditandai dengan adanya “kwitansi” tanda terima uang jual beli Objek Tanah a quo sebesar Rp. 65.000.000,- (enam puluh lima juta rupiah) yang ditandatangani oleh Adriana Wantania selaku penerima uang yang diserahkan oleh Yulin Pangemanan dan menurut hukum jual beli tersebut tidak bisa dibatalkan tanpa persetujuan dari Adriana Wantania dan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan sehingga secara hukum Objek Tanah a quo adalah milik Yulin Pangemanan (Penggugat) bersama suaminya;

 

“Demikian seluruh uraian rangkaian persidangan dan kesimpulan ini kami sampaikan berdasarkan fakta yang bernar-benar terungkap dalam persidangan tanpa satupun kebenaran yang terungkap dalam persidangan yang tidak kami ungkapkan. Kami selaku Kuasa Hukum telah bekerja sesuai denga sumpah profesi kami sebagai Advokat kepada Tuhan untuk membantu Yulin Pangemanan menuntut haknya di pengadilan selanjutnya untuk memberikan keputusan atas pemeriksaan perkara a quo kami serahkan kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang bertanggungjawab sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk memeriksa dan memutus perkara a quo di Pengadilan Negeri Airmadidi. Berdasarkan kesimpulan yang uraiakan sesuai fakta yang terungkap dalam proses persidangan a quo melalui Bukti Surat, Bukti Rekaman Audio, Keterangan Saksi Fakta, Keterangan Saksi Ahli dan Pemeriksaan Setempat, maka kiranya Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo memberikan putusan sebagai berikut :

Mengabulkan gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya;

Menyatakan sah dan berharga bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dalam persidangan;

Menyatakan jual beli Objek Tanah a quo yang dilakukan oleh almarhumah Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan (Penggugat) tanggal 7 Januari 2010 adalah sah, berkekuatan hukum dan mengikat terhadap Objek Tanah a quo;

Menyatakan perbuatan Tergugat I s/d Tergugat VI yang menguasai dan menggelapkan bukti pembayaran Objek Tanah a quo berupa Kwitansi pembayaran Objek Tanah a quo yang dijual oleh almarhumah Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan (Penggugat) perbuatan mana dibantu oleh Tergugat VII tanpa sepengetahuan dan seijin dari Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan (Penggugat) selaku pemilik Kwitansi tersebut adalah merupakan perbuatan melawan hukum;

Menyatakan menurut hukum Objek Tanah a quo yang terletak di tempat yang bernama kebun Kumesempung wilayah kepolisian Desa Laikit, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara dengan luas ± 9.276 M² (sembilan ribu dua ratus tujuh puluh enam meter persegi), batas-batasnya :

Utara : Saluran Air;

Timur : Dahulu Willy Daniel Wantania; sekarang Jalan Kompleks;

Selatan : Dahulu Jalan Kebun; sekarang Jalan Umum ;

Barat : Dahulu Marten Manua, Pontius Koloay, Frans Tangka, Hermanus Ngangi, Naray Manua; sekarang Jalan Kompleks;

adalah sah milik dari Penggugat bersama suaminya Herman Doodoh;

Menyatakan menurut hukum Para Tergugat tidak memiliki hak terhadap Objek Tanah a quo;

Menyatakan Putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Nomor : 49.Pdt.G/2014/PN.Arm tanggal 9 Maret 2015, Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor : 112/PDT/2015/PT.MND tanggal 27 Agustus 2015, Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 971/K/Pdt/2016 tanggal 15 Juni 2016, Jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 945/PK/PDT/2018 tanggal 18 Februari 2019 tidak lagi mempunyai nilai kekuatan eksekusi;

Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini ;

 

Apabila Majelis Hakim yang memeriksa gugatan ini mendapati dalam pemeriksaan persidangan ada hal-hal lain yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan hukum dalam memutus perkara ini yang tidak dicantumkan dalam gugatan ini mohon kiranya dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya, “tutup Sambouw.

 

Penulis: Deibby Malongkade

No More Posts Available.

No more pages to load.