Aktifitas Tambang Liar di Ratatok Kian Meresahkan
MITRA -Kepala Dinas ESDM Sulut Bach Tinungki mengatakan, aktifitas perusahaan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang merajalela di wilayah Alason Ratatotok kian meresahkan masyarakat merupakan tindak pidana dan sudah masuk ranah Hukum.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat, terutama para investor lokal maupun asing, segera menghentikan aktifitasnya dan meninggalkan Ratatotok.
“Saya harap aktifitas ini dapat dihentikan karena menambang secara ilegal berarti itu pencurian dan merusak lingkungan. Ini tidak dibolehkan sama sekali dan sudah masuk ranah hukum,” kata Tinungki saat dihubungi via telephon baru-baru ini.
Namun ketika dikonfirmasi terkait tindakan nyata dalam penertiban aktifitas PETI ini, terkesan adanya saling melempar tanggung jawab.
“Tambang liar ini memang sudah meresahkan dan harus ditertibkan. Namun ini seharusnya bukan urusan kami, karena kami membina tambang legal, bukan tambang ilegal,” ungkapnya.
Lanjut ditambahkannya, tambang liar dan ilegal yang mengunakan alat berat ini sudah merupakan tindak pidana, dalam hal ini pencurian, apalagi ditambah telah merusak lingkungan. Selama tidak ada ijin maka aktifitas ini tidak dibolehkan sehingga harus ditertibkan.
“Mereka (PETI,red) ini sudah mencuri dan menerobos, serta merusak lingkungan. Artinya ini sudah masuk ranah hukum dan merupakan wewenangnya aparat hukum untuk menindak. Jadi ini seharusnya bukan kewenangan kami dan DLH Provinsi Sulut,” tandasnya.
Lanjut dijelaskannya, pemerintah daerah melalui DLH seharusnya dapat menertibkannya karena ini tambang ilegal dan telah merusak lingkungan.
“Ini kan tambang ilegal dan sudah merusak lingkungan, jadi DLH Mitra bisa menertibkan. Selain itu, coba konsultasi ke pihak Kepolisian, baik Polda atau Polres, karena ini sudah masuk ranah hukum. Kalau nanti kami diundang bersama untuk penertiban, kami siap hadir,” tukasnya.
Sementara terkait warga asing, dirinya mengatakan bahwa hal ini harus melibatkan banyak pihak.
“Terkait orang asing banyak yang bertanggung jawab, apa mungkin akan dideportasi oleh imigrasi. Namun pastinya ini tidak boleh dibiarkan,” pungkasnya.
Sementara terkait pertemuan para pengusaha tambang beberapa waktu lalu dengan pihak provinsi, dalam hal ini Dinas ESDM, baru sebatas mengusulkan pengurusan ijin.
“Mereka baru mau usulkan tapi harus ke pusat. Selain itu, ini untuk tambang rakyat, bukan perusahaan,” jelasnya.
Sementara itu, Salah satu investor di perusahaan pertambangan ilegal di Alason Ratatotok mengakui, aktivitas perusahaan tempat investasi pihaknya itu, merupakan tindakan melawan hukum (ilegal red).
“Kami sekarang dilema, mau berhenti sudah terlanjur basah, mau mundur palang melintang. Jujur saja pertambangan itu ilegal,” akui Jefry Pangerapan.
Dia mengungkapkan, saat ini pihaknya yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Alaso tinggal 5 pengusaha dari 15 pengusaha.
“Ya mereka berhenti mungkin karena kehabisan modal. Kalau saya sendiri baru 9 bulan disini, dan bak perendaman cuma 2 bak yang saya punya,” ucapnya.
Dia juga menyebutkan, perusahan tambang ilegal di Ratatok bukan hanya saja di wilayah Alason.
“Justru di gunung yang dibelakan Alason itu lebih parah dari kami di Alason. Dan untuk di Alason sendiri tak ada TKA Cina, yang saya tau di gunung sebelah Alason itu,” sebutnya.
Terpisah, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Minahasa Selatan AKBP Winardi Prabowo, saat dimintai tanggapan via telephon dan whatsapp terkait tidakan pihakya dalam menertibkan PETI tersebut. Dia enggan menjawab balasan konfirmasi hingga berita ini diterbitkan.
(Redaksi)